Sejarah Musik Rock Indonesia
Musik rock di
Indonesia mulai menjejak pada tahun 1970-an. Dan kemunculannya pun tidak bisa dilepaskan
dari para pionir mulai dari Giant Step, God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy,
Super Kid, Terncem, AKA/SAS, Bentoel, hingga Rawe Rontek.
Tapi sebelum tahun 1970-an, sebenarnya sudah ada sebuah band bernama The Rollies, yakni grup band beraliran jazz rock yang dibentuk di Bandung dan menjadi kebanggaan Kota Kembang pada tahun 1967, bahkan sempat populer hingga awal 1980-an. Para personelnya terdiri dari Bangun Sugito (vokal), Uce F. Tekol (bas), Jimmy Manoppo (drum), Benny Likumahuwa (trombon), Delly Joko Arifin (keyboards/vokal), Bonny Nurdaya (gitar), dan Teungku Zulian Iskandar (saksofon).
Tapi sebelum tahun 1970-an, sebenarnya sudah ada sebuah band bernama The Rollies, yakni grup band beraliran jazz rock yang dibentuk di Bandung dan menjadi kebanggaan Kota Kembang pada tahun 1967, bahkan sempat populer hingga awal 1980-an. Para personelnya terdiri dari Bangun Sugito (vokal), Uce F. Tekol (bas), Jimmy Manoppo (drum), Benny Likumahuwa (trombon), Delly Joko Arifin (keyboards/vokal), Bonny Nurdaya (gitar), dan Teungku Zulian Iskandar (saksofon).
The
Rollies adalah kelompok rock tertua Indonesia dan termasuk grup yang
paling sering mengalami bongkar pasang pemain. Dalam perjalanannya, grup yang
telah merintis ke dunia rekaman pada tahun 1967 ini sempat menjadi grup papan
atas yang disegani penonton Bandung, Jakarta, Medan, dan Malang. Banyak yang
menganggap The Rollies sebagai peletak dasar band rock Indonesia
yang telah memberikan kontribusi bagi musik Indonesia masa kini.
Giant Step
Giant Step
Nama
Giant Step memang tidak sefenomenal dan melegenda seperti halnya The Rollies
atau God Bless. Meski demikian, grup era 1970-an asal Kota Bandung ini bisa
dikatakan sebagai satu-satunya band rock Indonesia pada masa itu
yang paling tidak suka membawakan lagu-lagu orang lain atau grup lain.
Dengan
kata lain, Giant Step merupakan band rock yang berani
"melawan arus" pada masa itu. Ketika band-band rock
pribumi lain gemar membawakan lagu-lagu karya The Beatles, Rolling Stones, Led
Zeppelin, Deep Purple, Black Sabbath, atau Grand Funk Railroad, Giant Step
justru lebih bangga membawakan lagu-lagu karya mereka sendiri.
Mereka
juga termasuk band rock yang lumayan produktif. Setidaknya ada
tujuh album yang dihasilkan dalam kurun waktu 1975-1985. Tentu bukan hanya itu,
Giant Step pun termasuk dari sedikit band rock pribumi yang
berkiblat pada jenis musik progresif yang pada masa itu lebih sering
disebut sebagai art rock, seperti yang diusung grup-grup Inggris
macam King Crimson, Jethro Tull, Pink Floyd, Gentle Giant, Yes, Genesis, dan
ELP (Emerson, Lake, and Palmer). Benny Soebardja dan Albert Warnerin adalah dua
orang yang membidani kelahiran Giant Step pada awal 1970-an di Bandung,
kota yang sering dijuluki sebagai gudangnya para seniman musik yang kreatif.
God Bless
God Bless
Setelah
The Rollies dan Giant Step, God Bless gantian menyandang predikat sebagai grup band
rock papan atas di Indonesia pada masa itu. Bahkan bisa dibilang, God
Bless adalah raja panggungnya musik Indonesia. God Bless mendeklarasikan diri
sebagai grup band rock pada 5 Mei 1973, dengan formasi awal
Achmad Albar (vokal), Fuad Hassan (drum), Ludwig Lemans (gitar), Donny Fattah
(bas), dan Jockie Soeryoprayogo (keyboards).
Di
antara beberapa band rock yang hadir di masa itu, seperti Giant
Step dan The Rollies, God Bless bisa dibilang hampir tak tertandingi. Kendati
kerap mengusung repertoar asing milik Deep Purple, ELP hingga Genesis,
namun aksi panggung serta skill masing-masing personelnya boleh dibilang
di atas rata-rata. Tapi karena terlalu sering menyanyikan lagu asing, gaya
musik para personel God Bless sedikit banyak terpengaruh. Hal tersebut
tergambar jelas dalam garapan musik album perdana mereka, “Huma di Atas Bukit”,
yang cukup banyak terpengaruh sound Genesis.
Selain
tidak memiliki gaya bermusik yang solid, keanggotaan God Bless juga bisa
dibilang kurang solid. Sebab, dalam perjalanannya grup ini terhitung sangat
sering gonta-ganti personel. Dari grup ini, nama Ian Antono mulai menarik
perhatian dan menjadi gitaris pertama yang berkibar di jalur rock
Indonesia.
Grup-Grup Lain
Grup-Grup Lain
Sebenarnya
cukup banyak grup band rock Indonesia yang eksis di tahun
1970-an. Tapi, lagu-lagu yang dimainkan di era itu kebanyakan bukanlah lagu
karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri,
misalnya lagu milik Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis,
Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif
itu kemudian melahirkan beberapa band Indonesia yang namanya sempat
mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock
(Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan)
hingga Roxx (Jakarta).
Lalu,
sejak awal tahun 1980-an, musik rock agak sedikit “terlupakan” lantaran booming-nya
musik thrash metal di kalangan anak-anak muda, bahkan di seluruh dunia.
Sejak saat itu, mulailah bermunculan warna-warna baru dalam musik rock
dengan sound yang lebih garang, speed menonjol, lengkingan vokal yang
tinggi, dan distorsi gitar yang lebih tebal, seiring dengan majunya perangkat
efek gitar dan teknologi sound system-nya.
Pada
Era 1980-an hingga 1990-an akhirnya muncul mazhab-mazhab musik heavy metal,
hard rock, dan speed metal. Penampilan-penampilan musisi pada era
ini tergolong "gila". Bahkan para fans-nya juga membuat
geng-geng guna mendukung grup band-nya masing-masing, dan ini menjadi
cikal bakal seringnya tawuran di saat live music. Pada era ini pula
mulai ada fans yang melakukan head banger alias mengibaskan
rambut yang gondrong atau menggoyang-goyang kepala sambil mengikuti beat
lagu, disertai salam metal tiga jari (yang kemudian salam ini dipakai oleh salah
satu partai di Indonesia).
Meski
band-band rock di tahun 1980-an sedikit terlindas oleh
roda musik heavy metal, tidak demikian halnya dengan musisi rock
solo. Sebab, pada tahun 1985, muncul nama Nicky Astria dengan albumnya, “Jarum
Neraka”, yang digarap bersama Ian Antono. Album itu ternyata laris di pasaran
hingga terjual di atas 250 ribu kaset. Album “Jarum Neraka” itu disebut-sebut
sebagai album rock Indonesia pertama yang mampu menyaingi album lagu pop
dalam mendobrak angka penjualannya. BASF Awards menganugerahi album ini sebagai
album rock terlaris di tahun yang sama.
Roxx, Sebuah Kegairahan Baru
Roxx, Sebuah Kegairahan Baru
Pada
tahun 1980-an juga di Indonesia muncul sebuah kegairahan baru dalam musik rock.
Sebuah grup band bernama Roxx dianggap sebagai icon kegairahan
baru tadi. Roxx adalah grup cadas era 80-an yang pernah menjadi fenomen pada masanya.
Mereka pun dianggap sebagai grup yang paling beruntung karena dengan mudah bisa
melakukan rekaman untuk single pertama mereka, “Rock Bergema”.
Kemudahan itu bisa mereka raih setelah menjadi salah satu finalis “Festival
Rock Se-Indonesia ke-V”. Bagi Roxx, mendapat kontrak rekaman dari label adalah
obsesi yang terlalu muluk pada saat itu. Jangankan rekaman, demo rekaman bisa
diputar di radio saja mereka sudah bahagia.
Saat
itu, stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock atau
metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya, dan Radio SK.
Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio
Mustang. Sebab, mereka punya program bernama “Rock N’ Rhythm” yang
mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB.
Pada era 1980-an pula para pencinta musik rock mencicipi masa-masa kejayaan di seluruh Indonesia. Tetapi kejayaan itu tidak bertahan lama lantaran para fans masing-masing band yang memiliki geng-geng-nya sendiri-sendiri mulai bersikap anarkis dan mau menang sendiri. Mereka ingin diakui sebagai geng yang terkuat, terbesar, dan anggotanya terbanyak. Sejak saat itu mulailah setiap pentas musik rock diwarnai dengan tawuran, kekacauan, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
Musik Independen
Memasuki era 1990-an, muncul gerakan baru dalam industri musik Indonesia yang independen. Gerakan ini muncul karena begitu banyaknya artis dan grup yang tak berhasil menembus perusahaan rekaman besar atau major label. Gerakan independen ini muncul juga karena para pemusik tak rela kreativitasnya diutak-atik dan didikte oleh perusahaan-perusahaan rekaman yang besar.
Pada era 1980-an pula para pencinta musik rock mencicipi masa-masa kejayaan di seluruh Indonesia. Tetapi kejayaan itu tidak bertahan lama lantaran para fans masing-masing band yang memiliki geng-geng-nya sendiri-sendiri mulai bersikap anarkis dan mau menang sendiri. Mereka ingin diakui sebagai geng yang terkuat, terbesar, dan anggotanya terbanyak. Sejak saat itu mulailah setiap pentas musik rock diwarnai dengan tawuran, kekacauan, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
Musik Independen
Memasuki era 1990-an, muncul gerakan baru dalam industri musik Indonesia yang independen. Gerakan ini muncul karena begitu banyaknya artis dan grup yang tak berhasil menembus perusahaan rekaman besar atau major label. Gerakan independen ini muncul juga karena para pemusik tak rela kreativitasnya diutak-atik dan didikte oleh perusahaan-perusahaan rekaman yang besar.
Gerakan
independen ini digagas oleh kelompok rock asal Bandung, PAS Band, yang
bergerilya memasarkan album mereka sendiri. Ternyata, usaha PAS Band berbuah
sukses. Gerakan independen ini pun tak hanya berhenti di situ, malah terus
merambah ke mana-mana. Beberapa grup musik independen ini malah melakukan
terobosan pasar secara internasional, seperti yang telah dilakukan oleh
kelompok Tengkorak, Discus, dan Mocca.
Begitu
riuh dan dinamis adegan musik Indonesia saat ini. Semakin yakinlah kita bahwa
musik Indonesia masih tetap bernapas, masih tetap menggeliat walaupun didera
berbagai kendala.
Sumber: http://www.pasarkreasi.com/news/detail/music/131/sejarah-musik-rock-indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar